Nilai Fisikanya Buruk dari SMP Hingga Kuliah, Orang Ini Berhasil Meraih Nobel Fisika di Usia 76

Nilai Fisikanya Buruk dari SMP Hingga Kuliah, Orang Ini Berhasil Meraih Nobel Fisika di Usia 76

Nilai yang buruk ternyata tidak mesti menunjukkan kalau kita itu bodoh. Itulah yang dibuktikan oleh Masatoshi Koshiba. Nilai Fisika yang biasa-biasa saja bahkan rendah, tidak menghalangi dirinya meraih hadiah Nobel Fisika di usia 76 tahun.

Masatoshi Koshiba lahir di kota Toyohashi, Aichi, Jepang, pada tanggal 19 September 1926. Setelah menyelesaikan pendidikannya di sebuah sekolah menengah atas di Yokosuka, ia menekuni ilmu Fisika di Tokyo University.

Selama berada di sekolah menengah, Koshiba selalu memperoleh nilai merah. Secara kebetulan ia pernah mendengar gurunya mengatakan bahwa ia tidak mungkin belajar fisika, karena nilainya dalam mata pelajaran sains selalu rendah. Hal ini yang menantang Koshiba untuk belajar fisika secara mendalam, selain ketertarikannya terhadap ilmu fisika setelah ia membaca riwayat hidup para fisikawan, seperti Albert Einstein.

Ketika pertama kali ia mendaftar di Tokyo University, ia ditolak. Mungkin karena nilainya yang pas-pasan. Setelah mencoba mendaftar untuk kedua kalinya, ia diterima. Selama kuliah, ia juga masih memperoleh nilai yang kurang memuaskan. Dengan penuh ketekunan dan kerja keras, Koshiba berhasil menyelesaikan kuliah di Tokyo University pada tahun 1953.

Pengalaman memperoleh nilai yang rendah selama di sekolah menengah dan Tokyo University tidak membuatnya patah semangat. Ia masih tetap ingin mendalami ilmu fisika pada jenjang yang lebih tinggi. Berbekal surat rekomendasi dari dosennya di Jepang, Koshiba mendaftarkan diri di University of Rochester, Amerika Serikat.

Dalam surat rekomendasi, dosennya menulis bahwa : “selama kuliah nilainya tidak bagus, tetapi ia juga tidak bodoh”. Ia diterima di University of Rochester dan berhasil memperoleh gelar doktor pada bulan juni 1995.

Setelah menyelesaikan program doktor di Amerika Serikat, Koshiba kembali ke jepang dan mengajar di Tokyo University sampai tahun 1987. Ia diangkat menjadi profesor di Tokyo University. Tempat dimana dia dahulu sering mendapat nilai yang kurang memuaskan.

ternyata ia menjadi profesor di tempat yang sama. Setelah itu ia pindah ke Tokai University dan berkarya di sana hingga ia pensiun pada tahun 1997. Sebulan sebelum ia pindah dari Tokyo University ke Tokai University, tepatnya tanggal 23 Februari 1987 Koshiba berhasil membuktikan keberadaan partikel elementer yang disebut neutrino. Keberhasilan yang ia peroleh setelah bekerja keras tersebut membuahkan penghargaan Nobel Fisika pada tahun 2002. Ia memperoleh nobel fisika bersama Raymond Davis, Jr dan Riccardo Giacconi.

Para fisikawan telah lama dibingungkan dengan keberadaan neutrino, partikel sub atomik. Sejak tahun 1920, para fisikawan memperkirakan bahwa matahari bersinar karena reaksi fusi nuklir yang mengubah hidrogen menjadi helium sambil melepaskan energi.

Perhitungan teoritis menunjukkan bahwa sejumlah neutron harus dilepaskan selama rekasi tersebut, karenanya bumi juga kebanjiran neutrino dari matahari. Karena neutrino berinteraksi sangat lemah dengan benda-benda maka diperkirakan hanya satu dari milyaran neutrino matahari yang tertahan di luar angkasa dan sebagian besar neutrino sampai di bumi.

Pada tahun 1980, menggunakan hasil rancangan Raymond Davis, Jr, Koshiba membangun detector nuklir bawah tanah. Kerja keras tersebut membuahkan hasil. Detector tersebut berhasil membuktikan adanya neutrino, sebuah penemuan yang membawa Koshiba, menjadi salah satu peraih nobel fisika.

Masatoshi Koshiba meninggal dunia pada hari Kamis (12/11/2020) di Universitas Tokyo dalam usia 94 tahun.

Koshiba memberikan contoh nyata, bagaimana keyakinan, kerja keras dan semangat pantang menyerah oleh keadaan, membawanya pada pencapaian tertinggi di dunia yang digelutinya.