Kebun Binatang, Rekreasi dan Edukasi yang Keliru

Kebun Binatang, Rekreasi dan Edukasi yang Keliru

Sejauh ini, kebun binatang mungkin merupakan salah satu tujuan wisata favorit bagi siswa sekolah di Indonesia. Selain rekreasi, salah satu alasannya adalah untuk belajar mengenai satwa liar. Namun Daniek Hendarto, Orangutan Campaigner dari Centre for Orangutan Protection (COP) menilai lain, sekaligus menyayangkan kebiasaan itu.

"Secara umum, tidak ada yang bisa dipelajari di kebun binatang. Apa yang bisa dipelajari dari satwa yang terkurung dengan segenap penderitaannya di dalam kandangnya? Apa yang bisa dipelajari dari pertunjukan orangutan? Itu semua sama sekali tidak lucu, dan tidak mendidik. Orangutan bukan mainan!" ungkapnya tegas.

Daniek menyebut, COP sendiri telah melakukan riset yang mendalam dan memantau kondisi orangutan di sejumlah kebun binatang. Secara umum, kondisinya menurut mereka tidak baik. Di mana orangutan terlihat menderita, sementara para pengunjung hanya menghabiskan waktu di depan kandang orangutan rata-rata maksimum 90 detik. Ini dinilai merupakan bukti bahwa kondisinya tidak menarik untuk rekreasi.

"COP memuji kemajuan Kebun Binatang Gembiraloka di Yogyakarta, yang telah menghentikan pertunjukan orangutan. Sebaliknya, COP mengecam Taman Safari yang menggunakan orangutan untuk pertunjukan sirkus. Secara teknis, sebenarnya mereka memiliki standar kelola dan pemeliharaan yang sangat baik. Namun sayangnya masih menggunakan orangutan untuk sirkus, maupun foto bersama dengan pengunjung," papar Daniek.

"Kebun Binatang Ragunan jauh lebih buruk. Orangutan wajib menjalani latihan yang keras agar dapat tampil di atas panggung, atau agar dapat dikendalikan untuk berfoto bersama dengan pengunjung sehingga tidak membahayakan. Ini tidak etis," tambahnya.

"Kejahatan kita adalah membayar sejumlah uang kepada kebun binatang, untuk terus melakukan kekejaman. Kejahatan terhadap satwa liar akan terus terjadi, karena para siswa sekolah terus belajar dari sumber yang keliru. Perubahan hanya akan bisa terjadi, bila semua pihak termasuk sekolah dan orangtua, tidak lagi mengorganisir kunjungan ke kebun binatang," ucapnya. Daniek lantas menjelaskan bahwa masih ada banyak cara lain yang lebih baik, untuk mendidik siswa agar mencintai satwa liar dan alam. Misalnya katanya, dengan kegiatan berkemah atau kunjungan ke alam bebas, untuk mengamati satwa liar langsung di habitatnya. "Sulit untuk tidak melihat satwa liar di Indonesia. Misalnya burung. Mereka ada di mana-mana, di gedung sekolah dan rumah, pepohonan sepanjang jalan, maupun persawahan," tukasnya.

Artikel ini telah tayang diJPNN.comdengan judul
"Rekreasi dan Edukasi di Kebun Binatang Dinilai Keliru",
https://www.jpnn.com/news/rekreasi-dan-edukasi-di-kebun-binatang-dinilai-keliru?page=2